Ramadan adalah bulan yang penuh berkah, di mana umat Islam menjalankan ibadah puasa sebagai bentuk ketakwaan kepada Allah SWT. Selain menjadi momen peningkatan ibadah, Ramadan juga mengajarkan nilai-nilai sosial, termasuk toleransi. Dalam Islam, toleransi merupakan bagian penting dari ajaran akhlak mulia yang mempererat hubungan antar sesama manusia.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an: “Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam). Sungguh telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat.” (QS. Al-Baqarah: 256). Ayat ini menunjukkan bahwa Islam menekankan kebebasan beragama dan penghormatan terhadap keyakinan orang lain. Oleh karena itu, Ramadan menjadi momen yang tepat untuk memperdalam makna toleransi dalam kehidupan bermasyarakat.
Seiring dengan semangat Ramadan, toleransi tidak hanya diwujudkan dalam hubungan antarumat beragama, tetapi juga dalam hubungan sesama Muslim. Dalam konteks ini, perbedaan mazhab, tradisi, dan budaya harus disikapi dengan sikap terbuka dan saling menghormati. Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim). Hadis ini menegaskan bahwa menjaga lisan dan sikap toleran adalah bagian dari keimanan.
Dengan memahami esensi toleransi, umat Islam dapat menciptakan kehidupan yang damai dan harmonis. Toleransi bukan berarti mengorbankan prinsip agama, tetapi bagaimana setiap individu bisa menghargai keberagaman dalam bingkai persaudaraan. Maka, Ramadan menjadi sarana introspeksi diri agar umat Islam lebih bijaksana dalam bersikap kepada sesama.
Dalam era modern ini, toleransi sering kali menjadi tantangan, terutama di tengah meningkatnya interaksi sosial yang dipengaruhi oleh media digital. Ramadan seharusnya menjadi waktu untuk menumbuhkan kesadaran akan pentingnya sikap saling menghormati, baik dalam dunia nyata maupun di ruang digital. Sayangnya, masih banyak kasus intoleransi yang terjadi, seperti ujaran kebencian, perundungan daring, hingga ketidakpedulian terhadap perbedaan praktik ibadah.
Di Indonesia, sebagai negara dengan keberagaman agama dan budaya, Ramadan menjadi ujian bagi masyarakat dalam menerapkan toleransi. Contohnya, sikap saling menghargai antara mereka yang berpuasa dan yang tidak. Islam mengajarkan keseimbangan dalam bermuamalah, sebagaimana hadis Rasulullah SAW: “Sesungguhnya agama itu mudah, dan tidaklah seseorang memberat-beratkan diri dalam agama kecuali ia akan dikalahkan olehnya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Artinya, Islam tidak membenarkan pemaksaan dalam ibadah maupun perilaku yang menyulitkan orang lain.
Dalam dunia kerja dan pendidikan, toleransi juga sangat diperlukan selama Ramadan. Ada yang berpuasa, tetapi ada pula yang memiliki kondisi tertentu sehingga tidak dapat menjalankannya. Islam memberikan keringanan bagi mereka yang sakit, musafir, atau dalam kondisi berat lainnya untuk tidak berpuasa, sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Baqarah ayat 184. Oleh karena itu, sikap saling memahami dan tidak menghakimi satu sama lain adalah kunci menjaga harmoni sosial.
Media sosial menjadi salah satu ruang yang perlu dikelola dengan bijak selama Ramadan. Banyak orang dengan mudah mengunggah konten yang dapat memicu perpecahan atau kesalahpahaman. Padahal, Islam mengajarkan agar setiap Muslim berkata yang baik atau diam, sebagaimana hadis yang telah disebutkan sebelumnya. Oleh karena itu, Ramadan adalah kesempatan untuk memperbaiki pola komunikasi agar lebih beradab dan penuh hikmah.
Selain itu, fenomena meningkatnya konsumsi dan pemborosan selama Ramadan juga menjadi perhatian. Toleransi dalam konteks ini dapat dimaknai sebagai kepedulian terhadap sesama, terutama mereka yang membutuhkan. Islam menekankan pentingnya berbagi rezeki, sebagaimana dalam QS. Al-Hasyr ayat 9: “Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan.” Ramadan mengajarkan umat Islam untuk lebih peduli dan tidak berlebihan dalam konsumsi demi menjaga keseimbangan sosial.
Ramadan adalah bulan penuh rahmat yang mengajarkan nilai-nilai spiritual sekaligus sosial, termasuk toleransi. Dalam Islam, toleransi adalah bagian dari ajaran fundamental yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sikap menghargai perbedaan, baik dalam agama maupun dalam praktik ibadah, merupakan cerminan dari pemahaman yang mendalam terhadap ajaran Islam.
Dalam konteks kekinian, tantangan terbesar dalam menerapkan toleransi adalah perkembangan teknologi yang sering kali mempercepat penyebaran informasi negatif dan ujaran kebencian. Oleh karena itu, umat Islam harus mampu menyaring informasi, menjaga lisan, dan memanfaatkan media sosial secara bijaksana agar Ramadan menjadi ajang peningkatan akhlak yang lebih baik.
Selain itu, toleransi juga mencakup kepedulian terhadap sesama. Ramadan bukan hanya tentang menahan lapar dan dahaga, tetapi juga tentang berbagi dengan mereka yang membutuhkan. Dengan semangat berbagi, umat Islam dapat menciptakan lingkungan yang lebih harmonis dan sejahtera.
Sebagai umat yang mengimani ajaran Islam, kita harus menjadikan Ramadan sebagai momen refleksi diri dalam meningkatkan sikap toleransi. Menghormati orang lain, tidak memaksakan kehendak, serta berbuat baik dalam setiap aspek kehidupan adalah bentuk nyata dari pengamalan nilai-nilai Islam. Dengan demikian, Ramadan bukan hanya menjadi ibadah pribadi, tetapi juga momen mempererat persaudaraan dan menciptakan kehidupan sosial yang lebih damai.
Ditulis oleh: H. Bahktiar, Lc, MA Waka III DPRD Kepri dan Ketua DPW PKS Kepri
Referensi
1.Al-Qur’an dan Terjemahannya. Kementerian Agama Republik Indonesia.
2.Imam Bukhari dan Muslim. Shahih Bukhari dan Muslim.
3.Quraish Shihab. (2019). Islam yang Saya Pahami. Lentera Hati.
4.Buya Hamka. (1985). Tafsir Al-Azhar. Pustaka Panjimas.
5.M. Quraish Shihab. (1996). Wawasan Al-Qur’an. Mizan.