Ramadan adalah bulan penuh berkah, di mana umat Islam diberikan kesempatan untuk meningkatkan ketakwaan dan memperbaiki diri. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)
Ayat ini menunjukkan bahwa tujuan utama dari ibadah puasa adalah membentuk pribadi yang lebih bertakwa. Namun, setelah melewati Ramadan, pertanyaan yang harus kita renungkan adalah: apakah ada perubahan nyata dalam diri kita? Apakah kita telah memperbaiki akhlak, ibadah, dan hubungan sosial kita selama bulan suci ini?
Puasa bukan sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga latihan spiritual untuk menahan hawa nafsu, memperbaiki akhlak, serta meningkatkan kepedulian terhadap sesama. Sebagaimana hadis Rasulullah SAW:
“Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatan buruk, maka Allah tidak butuh terhadap puasanya yang hanya sekadar meninggalkan makan dan minum.” (HR. Bukhari)
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengevaluasi apa yang sudah diperbaiki selama Ramadan agar nilai-nilai yang telah kita pelajari tidak hilang begitu saja setelah bulan suci berlalu.
Di era modern ini, tantangan dalam menjaga konsistensi perbaikan diri setelah Ramadan semakin besar. Salah satunya adalah godaan dunia digital yang sering kali mengganggu kualitas ibadah. Selama Ramadan, banyak dari kita berusaha mengurangi penggunaan media sosial untuk lebih fokus pada ibadah. Namun, setelah Ramadan, kebiasaan ini sering kali kembali tanpa kontrol yang baik. Rasulullah SAW bersabda:
“Di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat baginya.” (HR. Tirmidzi)
Ini mengingatkan kita bahwa segala hal yang menyibukkan diri tanpa manfaat seharusnya kita tinggalkan, termasuk dalam penggunaan teknologi dan media sosial. Jika selama Ramadan kita berhasil mengendalikan waktu, maka setelahnya kita harus tetap menjaga keseimbangan dalam kehidupan digital dan spiritual.
Selain itu, Ramadan mengajarkan kita untuk lebih peduli terhadap sesama melalui zakat, sedekah, dan berbagai bentuk kepedulian sosial lainnya. Namun, setelah Ramadan, sering kali kepedulian ini berkurang. Padahal, Allah SWT berfirman:
“Dan infakkanlah (hartamu) di jalan Allah dan janganlah kamu jatuhkan (diri sendiri) ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah. Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Baqarah: 195)
Momentum Ramadan harus menjadi titik awal untuk membangun kebiasaan berbagi yang berkelanjutan, bukan sekadar tren sesaat. Sehingga, kita bisa terus menebarkan kebaikan di luar bulan suci ini.
Dari sisi ibadah, banyak yang lebih rajin melaksanakan salat sunnah, membaca Al-Qur’an, dan berdoa di bulan Ramadan. Namun, pasca-Ramadan, semangat ini sering kali menurun. Padahal, Rasulullah SAW bersabda:
“Amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang terus-menerus meskipun sedikit.” (HR. Muslim)
Ini menunjukkan bahwa yang lebih penting bukan hanya peningkatan sementara, tetapi kesinambungan dalam beribadah. Oleh karena itu, kita harus tetap menjaga konsistensi dalam ibadah agar manfaat Ramadan benar-benar tertanam dalam kehidupan kita.
Evaluasi diri setelah Ramadan adalah hal yang penting agar kita tidak kembali ke kebiasaan buruk sebelumnya. Kita perlu memastikan bahwa perbaikan yang telah kita capai selama Ramadan terus berlanjut dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’d: 11)
Jika selama Ramadan kita telah memperbaiki diri dalam menahan hawa nafsu, memperbaiki hubungan dengan sesama, dan meningkatkan kualitas ibadah, maka setelah Ramadan kita harus tetap konsisten dalam menjalankan perubahan tersebut. Godaan dunia modern memang besar, tetapi dengan niat yang kuat, kita bisa mempertahankan kebiasaan baik yang telah kita bangun selama Ramadan.
Puasa seharusnya tidak hanya menjadi ritual tahunan, tetapi juga sarana pembentukan karakter yang lebih baik. Dengan memahami bahwa Ramadan adalah sekolah kehidupan, kita harus menjadikannya sebagai ajang pelatihan untuk tetap istiqamah dalam kebaikan sepanjang tahun. Sebagaimana kata Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin, “Ramadan adalah bulan latihan bagi jiwa, dan hakikat dari latihan adalah meneruskan kebiasaan baik setelahnya.”
Oleh karena itu, marilah kita jadikan Ramadan sebagai awal dari perubahan diri yang lebih baik. Jangan sampai kita menjadi orang yang kembali ke kebiasaan lama setelah Ramadan berlalu. Semoga Allah SWT memberikan kita kekuatan untuk tetap istiqamah dalam menjalankan amal kebaikan sepanjang tahun. Amin.
Ditulis oleh: H. Bahktiar, Lc, MA, Waka III DPRD Kepri dan Ketua DPW PKS Kepri
Referensi:
1.Al-Qur’an dan Terjemahannya, Kementerian Agama RI.
2.Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim.
3.Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin.
4.Tirmidzi, Sunan Tirmidzi.
5.Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim.