Oleh: H. Bahktiar, Lc, MA
Waka III DPRD Kepri dan Ketua DPW PKS Kepri
Ziarah kubur merupakan salah satu tradisi religius yang sangat akrab di kalangan umat Islam Indonesia. Praktik ibadah ini dilakukan sebagai bentuk ibadah ritual kepada para leluhur, orang tua, atau saudara yang telah meninggal dunia, serta sebagai momen kontemplatif untuk mengingat kematian dan kehidupan akhirat. Dalam masyarakat Indonesia, ziarah kubur umumnya dilakukan menjelang Ramadan, Hari Raya Idul Fitri, serta dalam momen-momen tertentu seperti haul dan hari kematian.
Kemarin, Senin (7/4/2025) penulis baru saja diundang oleh Warga dusun Muara Uwai Kec. Bangkinang Kab. Kampar untuk membersamai agenda ziarah kubur bersama yang merupakan tradisi di kampung penulis. Melalui momentum ini penulis ingin berbagi tentang makna filosofis tentang urgensi ziarah kubur dalam makna refleksi menjelang akhir kehidupan kita atau menjelang kematian.
Meskipun sempat menjadi perdebatan dalam sejarah Islam mengenai kebolehan ziarah kubur, mayoritas ulama dari berbagai mazhab menyepakati bahwa ziarah kubur diperbolehkan bahkan dianjurkan, selama tidak mengandung unsur syirik atau perbuatan bid’ah. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW:
حديث بريدة قال : قال رسول الله صلى الله علية وسلم :”قد كنت نهيتكم عن زيارة القبور فقد أذن لمحمد في زيارة قبر أمه فزورها فإنها تذكر الآخرة”رواة الترمذي (3/370)
“Aku dahulu melarang kalian berziarah kubur, maka sekarang berziarahlah, karena sesungguhnya ziarah kubur itu dapat mengingatkan kalian pada kematian.”
(HR. Turmuzi)
Ziarah kubur menjadi sarana pendidikan ruhani yang sangat kuat. Ia membangkitkan kesadaran akan kefanaan dunia dan keabadian akhirat, dua hal yang kerap kali terlupakan dalam hiruk-pikuk kehidupan. Bahkan dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:
كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ ٱلْمَوْتِ ۖ ثُمَّ إِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kemudian hanya kepada Kami kamu dikembalikan.”
(QS. Al-‘Ankabut: 57)
Ayat ini mengingatkan bahwa kematian adalah kepastian yang akan dialami oleh setiap makhluk hidup, dan bahwa kehidupan dunia hanyalah sementara. Ziarah kubur sejatinya menjadi sarana untuk memperkuat iman kepada kehidupan setelah mati.
Makna Ziarah Kubur dan Refleksi Tentang Akhir Kehidupan
Ziarah kubur bukan sekadar aktivitas ritual. Ia mengandung pesan spiritual yang sangat mendalam. Ketika seseorang menapakkan kakinya di kompleks pemakaman, melihat nisan-nisan sunyi, dan membaca doa di atas tanah yang telah menelan jasad manusia, saat itu pula hati diselimuti rasa haru, takut, dan rindu. Inilah saat perenungan sejati tentang arti hidup dan hakikat kematian.
Ziarah kubur menyadarkan manusia bahwa dunia bukan tempat tinggal abadi. Sebesar apapun kekuasaan dan kekayaan, semuanya akan berakhir di liang lahat. Nabi SAW pun sering menganjurkan umatnya untuk mengingat kematian:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ ». يَعْنِى الْمَوْتَ
Perbanyak lah mengingat penghancur kenikmatan ( kematian)
(HR. At-Tirmidzi no. 2307)
Dalam konteks spiritual, mengingat kematian berfungsi sebagai kontrol moral dan pengingat agar manusia tidak terjerumus dalam kelalaian duniawi. Ziarah kubur melatih hati untuk senantiasa bersiap menghadapi akhir perjalanan hidup dengan amal saleh dan taubat yang tulus.
Lebih jauh, ziarah kubur juga mengajarkan sikap rendah hati. Ia mengikis kesombongan dan keangkuhan. Di hadapan liang lahat, semua manusia sama: tidak ada yang membawa status sosial, jabatan, ataupun harta. Yang menyertai hanyalah amal perbuatan.
Selain itu, ziarah juga merupakan bentuk kasih sayang dan bakti kepada orang yang telah wafat. Doa-doa yang dipanjatkan—baik berupa bacaan Al-Qur’an, istighfar, maupun doa keselamatan akhirat—merupakan amal jariyah yang terus mengalir pahalanya. Rasulullah SAW bersabda:
: إِذَا مَاتَ ابنُ آدم انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أو عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ.
“Apabila seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya.”
(HR. Muslim no. 1631)
Dengan demikian, ziarah bukan hanya menguntungkan bagi yang masih hidup, tetapi juga menjadi bentuk amal saleh untuk yang telah meninggal dunia.
Ziarah kubur adalah ibadah yang sarat makna. Ia bukan hanya tradisi, tetapi juga refleksi. Melalui ziarah, seorang muslim diajak merenungi akhir kehidupan, menyadari kefanaannya, dan memperbaharui niat untuk memperbaiki amal serta memperkuat keimanan.
Maka dari itu, berikut beberapa rekomendasi yang dapat dilakukan oleh setiap muslim sebagai implementasi dari nilai-nilai ziarah kubur:
Pertama.Lakukan ziarah secara berkala, terutama saat hati mulai lalai. Namun, niatkan sebagai sarana untuk mengingat akhirat, bukan sekadar rutinitas atau tradisi turun-temurun.
Kedua, jaga adab dan akhlak selama berziarah, seperti menutup aurat, tidak menginjak-injak kuburan, serta menjaga lisan dari pembicaraan yang sia-sia.
Ketiga, Perbanyak doa dan bacaan Al-Qur’an saat berziarah, khususnya surat-surat pendek seperti Al-Fatihah, Yasin, dan Al-Ikhlas, serta mendoakan seluruh penghuni kubur.
Keempat, tanamkan kesadaran diri bahwa kehidupan ini akan berakhir. Gunakan momen ziarah untuk memperbaiki diri dan memperbanyak amal saleh.
Kelima, ajarkan kepada generasi muda tentang pentingnya ziarah kubur sebagai media pendidikan spiritual dan penguatan iman.
Akhirnya, mari jadikan ziarah kubur sebagai jembatan hati menuju kesadaran akan akhir kehidupan. Semoga Allah SWT membimbing kita agar senantiasa istiqamah dalam beramal dan diberikan husnul khatimah saat ajal menjemput kita. Aamiin.