Ditulis Oleh: H. Bahktiar, Lc, MA Waka III DPRD Kepri dan Ketua DPW PKS Kepri
Selama sebulan penuh, umat Islam berpuasa, memperbanyak ibadah, serta menahan diri dari hawa nafsu dan perbuatan dosa. Namun, tantangan sejati dimulai setelah Ramadan berlalu, yaitu bagaimana menjaga kesucian jiwa yang telah diperoleh selama bulan suci. Kesucian hati dan jiwa yang telah ditempa melalui ibadah Ramadan tidak seharusnya luntur begitu saja setelah bulan suci berakhir.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an: “Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali.” (QS. An-Nahl: 92). Ayat ini menggambarkan pentingnya mempertahankan amal kebaikan yang telah dibangun, sebagaimana seorang penenun yang tidak seharusnya menghancurkan benang yang telah ia rajut dengan susah payah. Ramadan mengajarkan kita untuk meningkatkan kualitas ibadah dan akhlak, dan tantangan setelahnya adalah bagaimana mempertahankan serta meningkatkan kualitas tersebut.
Kesucian jiwa adalah cerminan dari kualitas iman seseorang. Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menjelaskan bahwa manusia yang mampu menjaga kebersihan hati setelah Ramadan adalah mereka yang telah memahami hakikat ibadah dan kedekatan dengan Allah. Oleh karena itu, pasca-Ramadan seharusnya menjadi momentum untuk terus memperbaiki diri, bukan kembali kepada kebiasaan buruk yang ditinggalkan selama bulan suci.
Dalam realitas kehidupan modern, banyak orang mengalami penurunan kualitas ibadah setelah Ramadan. Semangat ibadah yang membara saat Ramadan sering kali meredup seiring berjalannya waktu. Penyebab utama dari fenomena ini adalah kembalinya seseorang kepada rutinitas duniawi yang sering kali menjauhkan dari nilai-nilai spiritual. Teknologi dan media sosial, misalnya, dapat menjadi gangguan yang membuat seseorang lalai dalam menjaga hubungan dengan Allah.
Rasulullah SAW bersabda: “Amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah yang dilakukan secara terus-menerus, meskipun sedikit.” (HR. Bukhari dan Muslim). Hadis ini mengajarkan bahwa kontinuitas dalam beribadah lebih utama daripada melakukan ibadah secara berlebihan namun hanya dalam waktu tertentu. Oleh karena itu, salah satu cara menjaga kesucian jiwa pasca-Ramadan adalah dengan mempertahankan ibadah wajib dan sunnah secara konsisten, seperti shalat lima waktu dengan khusyuk, puasa sunnah, serta memperbanyak membaca Al-Qur’an.
Selain itu, lingkungan sosial juga berperan besar dalam menjaga kesucian jiwa. Bergaul dengan orang-orang saleh dapat membantu seseorang tetap berada dalam jalur yang benar. Imam Ibnul Qayyim dalam Madarij As-Salikin menegaskan bahwa manusia cenderung mengikuti kebiasaan teman-temannya. Jika seseorang ingin mempertahankan kesalehan setelah Ramadan, maka ia harus memilih lingkungan yang mendukungnya untuk tetap istiqamah dalam beribadah.
Pendidikan dan pembelajaran agama juga harus tetap dilakukan secara berkesinambungan. Menghadiri majelis ilmu, membaca buku-buku keislaman, serta mendengarkan kajian para ulama dapat menjaga hati agar tetap tercerahkan oleh cahaya ilmu. Allah berfirman: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama.” (QS. Fatir: 28). Ini menunjukkan bahwa dengan menambah ilmu, seseorang akan semakin memahami pentingnya menjaga kesucian jiwa.
Menjaga kesucian jiwa setelah Ramadan adalah ujian sesungguhnya bagi setiap Muslim. Keberhasilan seseorang dalam melewati Ramadan tidak hanya diukur dari kesungguhannya dalam beribadah selama bulan suci, tetapi juga dari sejauh mana ia mampu mempertahankan dan meningkatkan amal ibadah setelahnya. Allah SWT telah memberikan petunjuk dalam Al-Qur’an dan Rasulullah SAW telah memberikan teladan mengenai pentingnya menjaga amal ibadah secara berkelanjutan.
Salah satu langkah utama dalam merawat kesucian jiwa adalah dengan menjaga kontinuitas ibadah, baik yang wajib maupun yang sunnah. Konsistensi dalam berbuat baik, menjaga pergaulan yang saleh, serta terus menuntut ilmu adalah kunci utama agar jiwa tetap bersih dan dekat dengan Allah. Selain itu, menjauhkan diri dari godaan dunia yang dapat melalaikan dari ibadah juga menjadi faktor penting dalam menjaga spiritualitas pasca-Ramadan.
Sebagai Muslim, kita harus menjadikan Ramadan sebagai titik tolak perubahan diri yang berkelanjutan, bukan sekadar fase sementara dalam kehidupan. Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang harinya sekarang lebih baik dari kemarin, maka ia adalah orang yang beruntung.” (HR. Al-Baihaqi). Hadis ini mengajarkan bahwa seorang Muslim harus terus memperbaiki diri dari hari ke hari, termasuk dalam menjaga kesucian jiwa setelah Ramadan. Dengan demikian, kita akan mampu meraih keberkahan dan kebahagiaan sejati, tidak hanya selama Ramadan tetapi sepanjang hidup kita.
Referensi:
- Al-Qur’an dan Terjemahannya, Kementerian Agama RI.
- Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin.
- Ibnul Qayyim, Madarij As-Salikin.
- Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim.
- Al-Baihaqi, Syu’abul Iman.