Website Resmi
Fraksi PKS Kepulauan Riau

Fraksi PKS, Penyambung Aspirasi Masyarakat
Kepulauan Riau

Mengelola Nafsu Setelah Ramadan (Catatan Memetik Hikmah Ramadan ke-28)

Facebook
Twitter
WhatsApp
Telegram

Ditulis Oleh: H. Bahktiar, Lc, MA Waka III DPRD Kepri dan Ketua DPW PKS Kepri

 Ramadan adalah bulan penuh berkah yang mendidik umat Islam untuk menahan diri dari hawa nafsu, baik dalam bentuk makan, minum, maupun perilaku yang tidak baik. Selama sebulan penuh, kita terbiasa dengan pola hidup yang lebih disiplin dan penuh pengendalian diri. Namun, ketika Ramadan usai, tantangan sebenarnya muncul: bagaimana menjaga kendali terhadap nafsu agar kebiasaan baik selama Ramadan tidak hilang begitu saja?

Allah SWT berfirman dalam Alquran: “Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.” (QS. Shad: 26). Ayat ini mengingatkan bahwa hawa nafsu, jika tidak dikelola dengan baik, dapat membawa seseorang jauh dari kebenaran. Oleh karena itu, penting untuk memahami bagaimana cara mengelola nafsu setelah Ramadan agar tetap istiqamah dalam kebaikan.

Nafsu, dalam Islam, bukanlah sesuatu yang harus dihilangkan sepenuhnya, tetapi harus dikendalikan dan diarahkan kepada hal-hal yang baik. Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menjelaskan bahwa manusia memiliki dua dorongan utama dalam dirinya, yakni dorongan ruhani yang menuju kebaikan dan dorongan hawa nafsu yang cenderung kepada duniawi. Ramadan menjadi momen latihan bagi ruhani untuk lebih dominan, sehingga setelahnya kita dituntut untuk tetap menjaga keseimbangan tersebut.

Sebagai umat Muslim, kita harus menyadari bahwa ujian sejati dari Ramadan bukan hanya pada saat berpuasa, tetapi justru setelahnya. Bagaimana kita mempertahankan kesabaran, pengendalian diri, dan ketaatan yang telah kita latih selama Ramadan menjadi tolok ukur keberhasilan ibadah kita. Rasulullah SAW bersabda: “Orang yang kuat bukanlah yang menang dalam bergulat, tetapi orang yang kuat adalah yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Oleh karena itu, mengelola nafsu setelah Ramadan bukan hanya soal menjaga kebiasaan puasa, tetapi juga menjaga sikap dan perilaku agar tetap sesuai dengan ajaran Islam. Dengan memahami pentingnya pengelolaan nafsu ini, kita dapat lebih siap menghadapi tantangan pasca-Ramadan dan tetap berada dalam jalan kebaikan.

 Dalam realitas kehidupan modern, godaan untuk kembali ke pola hidup lama setelah Ramadan sangat besar. Media sosial, iklan, dan gaya hidup konsumtif sering kali membuat seseorang sulit menjaga kesederhanaan yang telah dilatih selama Ramadan. Jika tidak dikelola dengan baik, hawa nafsu dapat mendorong seseorang kembali kepada kebiasaan buruk, seperti makan berlebihan, menuruti amarah, atau lalai dalam beribadah.

Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.” (QS. Yusuf: 53). Ayat ini menegaskan bahwa kecenderungan dasar nafsu adalah mendorong seseorang kepada keburukan, kecuali jika kita mampu mengendalikannya dengan bimbingan dari Allah SWT.

Salah satu cara efektif dalam mengelola nafsu setelah Ramadan adalah dengan mempertahankan ibadah sunnah yang telah dijalankan selama bulan puasa. Misalnya, puasa enam hari di bulan Syawal yang dianjurkan dalam hadis: “Barang siapa berpuasa Ramadan, kemudian dilanjutkan dengan enam hari di bulan Syawal, maka ia seperti berpuasa sepanjang tahun.” (HR. Muslim). Puasa ini tidak hanya bernilai pahala besar, tetapi juga menjadi sarana latihan mengendalikan nafsu.

Selain itu, menjaga kebiasaan membaca Alquran dan meningkatkan dzikir dapat menjadi benteng dalam mengelola hawa nafsu. Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa membaca satu huruf dari Kitabullah (Alquran), maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan itu dilipatgandakan menjadi sepuluh.” (HR. Tirmidzi). Dengan memperbanyak membaca Alquran, hati menjadi lebih tenang dan terkendali, sehingga hawa nafsu lebih mudah dikendalikan.

Lingkungan sosial juga berperan besar dalam pengelolaan nafsu setelah Ramadan. Berkumpul dengan orang-orang saleh dan menjauhi pergaulan yang dapat memicu kebiasaan buruk akan membantu kita untuk tetap istiqamah. Sebagaimana disebutkan dalam hadis: “Seseorang akan mengikuti agama sahabat karibnya, maka hendaklah salah seorang dari kalian melihat siapa yang menjadi sahabatnya.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).

Oleh karena itu, kesadaran untuk terus memperbaiki diri dan istiqamah dalam kebaikan setelah Ramadan sangatlah penting. Membangun sistem pendukung dalam bentuk komunitas islami, mengikuti kajian keagamaan, serta terus memperbaiki diri dalam ibadah dan akhlak merupakan langkah-langkah konkret dalam mengelola nafsu pasca-Ramadan.

Mengelola nafsu setelah Ramadan adalah sebuah tantangan yang harus dihadapi dengan kesadaran dan usaha yang sungguh-sungguh. Ramadan mengajarkan kita untuk menahan diri dari hawa nafsu dan mendekatkan diri kepada Allah, dan keberhasilan puasa kita dapat dilihat dari bagaimana kita menerapkan pelajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari setelahnya.

Dalam Islam, pengendalian nafsu merupakan bagian dari perjalanan spiritual yang terus-menerus. Firman Allah SWT: “Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal (nya).” (QS. An-Nazi’at: 40-41). Ayat ini menjadi motivasi bahwa menahan hawa nafsu bukan hanya berdampak pada kehidupan dunia, tetapi juga bernilai di akhirat.

Strategi yang bisa diterapkan untuk menjaga pengendalian diri setelah Ramadan antara lain adalah melanjutkan ibadah sunnah seperti puasa Syawal, menjaga dzikir dan tilawah Alquran, serta memilih lingkungan sosial yang baik. Dengan tetap menjaga kebiasaan baik ini, kita dapat memperkuat ketakwaan dan mempertahankan keberkahan Ramadan dalam kehidupan kita sepanjang tahun.

Sebagaimana dijelaskan dalam kitab Madarijus Salikin karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, manusia yang mampu mengendalikan hawa nafsunya akan mencapai tingkatan keimanan yang lebih tinggi dan lebih dekat dengan ridha Allah SWT. Oleh karena itu, mengelola nafsu setelah Ramadan adalah sebuah bentuk ujian yang harus kita hadapi dengan kesungguhan hati.

Semoga Allah SWT memberikan kita kekuatan untuk tetap istiqamah setelah Ramadan dan menjaga diri dari godaan hawa nafsu yang dapat menjauhkan kita dari jalan-Nya. Aamiin.

 

Referensi

  1. Alquranul Karim
  2. Shahih Bukhari dan Shahih Muslim
  3. Sunan Abu Dawud dan Sunan Tirmidzi
  4. Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin
  5. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Madarijus Salikin